argentometri adalah “pengukuran dengan menggunakan perak (argentum), dalam hal ini perak yang dipakai adalah AgNO3 karena hanya garam perak ini yang dapat larut dalam air.
Senyawa yang ditetapkan dengan metoda ini
tentunya adalah senyawa yang dapat mengendap dengan Ag, dalam bentuk endapan
yang stabil dan harga Ksp yang besar. Senyawa tersebut adalah halogen (Cl, Br,
I) dan beberapa senyawa pseudo halogen (senyawa yang sifatnya mirip halogen)
seperti : SCN dan juga dapat digunakan untuk menentukan merkaptan
(thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43-
dan ion arsenat AsO43-.
Dasar titrasi argentometri
adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran
dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl
dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl-
dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq)
+ NaCl(aq) à AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka
kelebihan ion perak akan bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai
biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan
indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan
sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Indikator lain yang bisa dipakai
adalah tiosianida dan indikator adsorbsi.
Sebenernya Ag akan membentuk endapan dengan
kromat membentuk Ag2CrO4 tapi karena endapan ini tidak
lebih stabil dibanding endapan Ag-halogen, maka bila dalam Erlenmeyer masih
terdapat halogen maka perak yang masuk akan bereaksi lebih dulu dengan halogen,
atau kalaupun terbentuk endapan Ag2CrO4 lebih dulu, masih
dapat dipecah bila ada halogen. Dari kondisi ini bisa dikatakan bahwa titrasi
argentometri termasuk jenis titrasi kompetisi (saingan) antara Ag2CrO4
dengan Ag-halogen.
Ada
beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode Volhard, metode K. Fajans, dan metode Leibig.
1. Metode Mohr
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai
pH antara 6 – 10. Dalam larutan yang lebih basa perak oksida akan mengendap.
Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi, karena HCrO4
hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula hidrogen kromat berada dalam
kesetimbangan dengan dikromat :
2H+ + 2CrO42- 2HCrO4 Cr2O72- + H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat, dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut (Svehla, 1990).
2H+ + 2CrO42- 2HCrO4 Cr2O72- + H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat, dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut (Svehla, 1990).
Metode Mohr dapat juga diterapkan untuk titrasi
ion bromida dengan perak, dan juga ion sianida dalam larutan yang sedikit agak
basa. Efek adsorpsi menyebabkan titrasi ion iodida dan tiosianat tidak layak.
Perak tak dapat dititrasi langsung dengan ion klorida, dengan menggunakan
indikator kromat. Endapan perak kromat yang telah ada sejak awal, pada titik
kesetaraan melarut kembali dengan lambat. Tetapi, orang dapat menambahkan
larutan klorida standar secara berlebih, dan kemudian menitrasi balik, dengan
menggunakan indikator kromat (Svehla, 1990).
2. Metode Volhard
Titrasi Ag dengan NH4CNS dengan garam Fe(III)
sebagai indikator adalah contoh metode Volhard, yaitu pembentukan zat berwarna
di dalam larutan. Selama titrasi, Ag(CNS) terbentuk sedangkan titik akhir
tercapai bila NH4CNS yang berlebih bereaksi dengan Fe(III) membentuk warna
merah gelap (FeCNS)++. Jumlah thiosianat yang menghasilkan warna harus sangat
kecil. Jadi kesalahan pada titik akhir harus sangat kecil, dengan cara mengocok
larutan dengan kuat pada titik akhir tercapai, agar Ag yang teradsorpsi pada
endapan dapat didesorpsi. Pada metode Volhard untuk menentukan ion klorida,
suasana haruslah asam karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3
yang ditambahkan berlebih ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan
Ag tersebut kemudian di titrasi balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai
indikator, tetapi cara ini menghasilkan suatu kesalahan karena AgCNS kurang
larut dibandingkan AgCl. Sehingga :
AgCl + CNS- AgCNS + Cl-
Akibatnya lebih banyak NH4CNS diperlukan sehingga kandungan Cl- seakan-akan lebih rendah. Kesalahan ini dapat dikurangi dengan mengeluarkan endapan AgCl sebelum titrasi balik berlangsung atau menambahkan sedikit nitrobenzen, sehingga melindungi AgCl dari reaksi dengan thiosianat tetapi nitrobenzen akan memperlambat reaksi. Hal ini dapat dihindari jika Fe(NO3)3 dan sedikit NH4CNS yang diketahui ditambahkan dulu ke larutan bersama-sama HNO3, kemudian campuran tersebut dititrasi dengan AgNO3 sampai warna merah hilang (Khopkar, 1990)
3. Metode FajansAgCl + CNS- AgCNS + Cl-
Akibatnya lebih banyak NH4CNS diperlukan sehingga kandungan Cl- seakan-akan lebih rendah. Kesalahan ini dapat dikurangi dengan mengeluarkan endapan AgCl sebelum titrasi balik berlangsung atau menambahkan sedikit nitrobenzen, sehingga melindungi AgCl dari reaksi dengan thiosianat tetapi nitrobenzen akan memperlambat reaksi. Hal ini dapat dihindari jika Fe(NO3)3 dan sedikit NH4CNS yang diketahui ditambahkan dulu ke larutan bersama-sama HNO3, kemudian campuran tersebut dititrasi dengan AgNO3 sampai warna merah hilang (Khopkar, 1990)
Metode ini dipakai untuk penetapan kadar halida
dengan menggunakan indikator adsobsi. Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang
mengandung zat berpendar fluor, titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna
dari kuning menjadi merah jingga. Jika didiamkan, tampak endapan berwarna,
sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsobsi indikator pada
endapan AgCl. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada
permukaan (Harjadi, 1993)
4. Metode Leibig
Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak
ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya
kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali
sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojogan akan larut
kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut.
Daftar Pustaka :
Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. UI Press. Jakarta.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid I. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid II. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.
Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. UI Press. Jakarta.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid I. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid II. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar